Tuesday, April 19, 2011

Kiri atau kanan?

Bukan hal yang aneh, banyak pemuda bangsa ini mengenakan kaos bergambar Che Guevara. Mereka menganggap diri mereka “orang kiri”. Tokoh revolusi Kuba tersebut dianggap mewakili akan gerakan perlawanan mereka terhadap ketidakadilan. Kiri, memang identik dengan gerakan perlawan terhadap ketidakadilan pihak penguasa, melawan gelombang kapitalisme. Bahkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pun di sebut kiri sebagai gerakan baru dalam membela kepentingan rakyat. Hasan Hanafi bahkan menulis karya terkenalnya, Islam Kiri. Karya yang identik dengan semangat perlawanan dan sikap kritis. Wajar jika gerakan kiri ini menjadi gerakan yang tumbuh subur di kalangan pemuda. Termasuk pemuda Islam.

Sejatinya penyebutan kiri ini berawal dari pembedaan kelompok di Majelis Nasional Perancis 1789, pada masa awal revolusi Perancis. Wakil yang mendukung perubahan radikal menuju tatanan sosial yang lebih setara berada di sayap sebelah kiri ruangan. Sedangkan yang membela status quo tradisional berada di sayap sebelah kanan ruangan. Sedangkan deputi perancis yang mendukung perubahan moderat duduk di tengah ruangan. Pembagian atau pembedaan ini terus berlanjut menempel pada gerakan-gerakan yang radikal atau progresif, termasuk gerakan marxis.

Ternyata bukan pengertian dalam politik saja yang membagi antara kiri dan kanan. Islam memiliki juga pembedaan golongan kiri dan kanan. Dalam surat Al Balad ayat 10 – 20 dijelaskan pembagian golongan kiri dan kanan menurut Islam.

” Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan. Tetapi dia tiada menempuh jalan yang mendaki lagi sukar.” (90:10-11)

Allah telah memberikan pilhan pada manusia untuk menempuh sebuah jalan dalam hidup ini. Yang mudah dan yang sulit.

“ Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu? (yaitu) melepaskan budak dari perbudakan, atau memberi makan pada hari kelaparan, atau (kepada) anak yatim yang ada hubungan kerabat, atau kepada orang miskin yang tertanah. Dan dia termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang. Mereka (orang-orang yang beriman dan saling berpesan itu) adalah golongan kanan.” (90 : 12-18)

Begitulah menurut Islam orang pada golongan kanan. Menghapuskan perbudakan, saling membantu sesama manusia, menasehati, dan menghilangkan kesenjangan dalam hidup ini. Adapun disebutkan termasuk orang golongan kiri adalah,

“Dan orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, mereka itu adalah golongan kiri. Mereka berada dalam neraka yang ditutup rapat.” (90 : 19-20)

Jelaslah dalam Islam orang-orang kiri dan kanan tidak sama pengertiannya dengan pengertian politik yang berasal dari eropa. Jika kita memang mengaku muslim, pastilah kita akan memilih jalan yang kanan. Jalan yang memang tidak mudah, menolong orang lain, menghapuskan perbudakan, menghapuskan kesenjangan ekonomi dan saling menasehati untuk berkasih sayang dan bersabar. Jalan yang memberi makan orang miskin yang tertanah. Tertanah, maksud Buya Hamka adalah melarat. Hingga kadang rumah pun beralaskan tanah. Inilah yang wajib kita beri makan (bantu). Tidak seperti pemerintah yang menggunakan angka-angka sebagai indikator kemiskinan, Islam melihat realitanya. Betapa sekarang penilaian kemiskinan yang dikeluarkan pemerintah memakai GDP, seperti tidak realistis. Pemerintah berkata, angka kemiskinan turun, padahal kita melihat semakin hari semakin sulit rakyat kita, semakin banyak yang kelaparan. Jalan yang sukar tapi mulia ini sebenarnya ada kesamaan dengan yang ingin diperjuangkan teman-teman muslim yang mengaku “kiri”. Sama-sama ingin menghapus kesenjangan sosial dan menghapus perbudakan. Menurut Buya Hamka dalam tafsir Al Azhar-nya, dalam bahasa arab, perbudakan disebut Raqabatin. Asal katanya berarti leher. Seseorang yang telah jatuh dalam perbudakan, samalah artinya dengan yang telah terbelenggu lehernya. Jika kita merenungi lebih lanjut dapat dilihat pula sebenarnya saat ini bangsa kita pun telah terbelenggu. Terbelenggu oleh system ekonomi yang liberal, hingga bangsanya pun terbelenggu oleh hutang dengan jumlah luar biasa. Terbelenggu hasil alamnya oleh asing, sehingga rakyatnya hanya sedikit merasakan manfaatnya.

Jika memang jalan ini memperjuangkan hal yang sama bahkan lebih mulia,-karena diingatkan untuk saling menasehati, mengingatkan sesame manusia dan saling berkasih sayang- kenapa harus memilih jalan lain? Jalan yang memaknai manusia hanya sebagai faktor produksi semata, yang berlandaskan materialisme semata.

Jika memang muslim, mengapa harus menambahkan muslim (Islam) kiri? Mungkin ada yang akan menjawab, jalan kami mengkritisi pemerintah yang zalim. Ketahuilah, dalam Islam, itu adalah sebuah jihad. Bukankah, ketika Rasulullah saw ditanya tentang jihad yang paling utama, beliau bersabda, "(yaitu) mengatakan kebenaran di depan penguasa yang zhalim." (Diriwayatkan Ibnu Majah, Ahmad, dan An-Nasai.)? Mungkin ada yang menjawab, kiri adalah ideologi. Islam pun menjadi sebuah ideologi. Muhammad Natsir (mantan perdana menteri Indonensia era 50an) menulis dalam Capita Selecta-nya, "Islam adalah satu falsafah hidup, satu levensfilosofie, satu ideologi, satu sistem perikehidupan.” Lalu mengapa memilih jalan lain? Dalam Islamlah perjuangan tidak hanya untuk dunia, tapi juga untuk akhirat. Semoga kita bukan termasuk golongan kiri. Golongan yang menolak ayat-ayat Allah dan terkunci dalam neraka. Wallahu alam.

No comments: